Bincang Cyber

Bincang Cyber


Blockchain pada CyberSecurity – E17

March 12, 2020

Komputer dan Internet akan identik dengan centralisasi informasi pada sebuah perangkat, yang umumnya di sebut dengan server. Lokasi penyimpanan data yang terpusat ini rupanya semakin menyita waktu dan biaya sebagai akibat upaya untuk melindunginya dari gangguan peretas. Tahun 2017 dan 2018 yang sarat akan ancaman ransomware dan jenis malware lainnya menurunkan tingkat kepercayaan pengguna terhadap konsep data yang ter-sentralisasi.

Artikel terkait: Dinamika Security tahun 2019

Hal ini kemudian mendorong pemikiran terhadap konsep desentralisasi yang di percaya dapat menurunkan ancaman terhadap confidentiality dan availability. Tentunya penerapan decentralisasi ini juga menyisakan pertanyaan lain. Bagaimana menjamin integrity terhadap data ataupun informasi yang penyimpanannya tersebar di berbagai lokasi? Bagaimana bisa menentukan mana sumber data yang valid dari berbagai lokasi penyimpanan data jika di temukan adanya perbedaan? Inilah yang kemudian menjadikan BlockChain sebagai salah satu solusi jawaban atas keraguan penerapan konsep Decentralisasi Information.

Ginni Rometty, CEO IBM Corp, pada acara IBM Security Summit 2015 di New York City, ketika ia berbicara kepada CISO (Chief Information Security Officer), CIO, dan CEO 123 perusahaan dari 24 industri. – “We believe that data is the phenomenon of our time. It is the world’s new natural resource. It is the new basis of competitive advantage, and it is transforming every profession and industry. If all of this is true – even inevitable – then cyber crime, by definition, is the greatest threat to every profession, every industry, every company in the world.” Dapat kita artikan disini bahwa karena peranan digitalisasi yang kemudian menghasilkan jumlah data semakin meningkat dan juga terjadi kepada sebagian besar industri. Pada akhirnya peningkatan yang hampir di pastikan eksponensial ini menjadikan CyberCrime sebagai ancaman paling besar kepada seluruh industri. Dengan pemikiran bahwa: data is the new oil, maka tidak salah bilamana fokus peretas kini bukan lagi menciptakan gangguan layanan sebagai akibat dari serangannya. Melainkan lebih memfokuskan kepada bagaimana mendapatkan keuntungan finansial melalui data-data yang dapat di kuasai sebagai hasil keberhasilan peretasan yang di lakukan. Jika serangan yang mentargetkan kepada lokasi dimana data tersimpan berhasil menguasai sasaran, di samping data bisa di kuasai maka bisa saja menjadikan validitas data tersebut menjadi tercemar. Dalam hal ini, kelemahan proses centralisasi data menjadi perhatian terlebih setelah semakin banyak data yang tersimpan. Dari titik inilah, fungsi peranan dari desentralisasi di anggap menjadi sebuah alternatif yang potensial dalam mengisi kelemahan yang di akibatkan oleh proses sentralisasi ini.

BlockChain

Kita umumnya mengenal konsep blockchain dimulai dengan penggunaan uang elektronik. Akan tetapi BlockChain adalah bukan uang elektronik atau yang biasa di sebut juga dengan istilah CryptoCurrency. Ketika Satoshi Nakamoto menerbitkan sebuah artikel yang memperkenalkan dunia pada Bitcoin pada tahun 2008, penulis juga membahas teknologi blockchain sebagai penopang dari cryptocurrency. Sementara Nakamoto berfokus pada blockchain sebagai media untuk Bitcoin, banyak inovator kemudian mengembangkan konsep blockchain ini untuk memberikannya kegunaan baru dari aspek sudut pandang lainnya. Sementara itu National Institute of Standard and Technology (NIST) menyebutkan bahwa core ide atas technology blockchain sendiri sudah di mulai tumbuh sejak pada akhir dekade 1980an hingga awal 1990an.